Rabu, 24 Agustus 2016

My Trip, My KKN (Gunung Jati, Jabung, Malang)



Pada hari Jumat, 03 Juni 2016 menjelang bulan suci Ramadhan kelompok Kuliah Keja Nyata (KKN) saya di Desa Gunung Jati Kecamatan Jabung Kabupaten Malang melaksanakan salah satu kegiatan yang menjadi program kerja kelompok KKN saya yaitu kegiatan penyuluhan gemar membaca untuk siswa dan siswi di SDN yang ada di Desa tersebut. Pelaksanaan kegiatan tersebut diadakan di SDN Gunung Jati 4 yang bila kita lihat dan bandingkan, SD tersebut memang jauh dari kata Excellent School  (sekolah yang sudah bagus menurut sepemahaman saya berdasarkan kajian ilmu kuliah yang saya pahami dan beberapa diskusi kelas bersama bimbingan dosen). Karena memang notabennya sekolah tersebut terletak di Desa, jadi wajar saja sekolah tersebut jauh dari kata bagus dibandingkan sekolah yang berada di Kota Malang yang pernah saya tahu dan memang saya sering melaksanakan observasi untuk memenuhi tugas kuliah. Saya memang tidak mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan program kerja KKN saya di SD tersebut. Saya kebagian tugas untuk mengembangkan manajemen perpustakaan di SDN Gunung Jati 3. Berawal dari hal itu, timbullah inisiatif dari teman-teman untuk mengembangkan perpustakaan yang ada di sekolah itu yang mendapatkan julukan “Laskar Pelanginya Gunung Jati” tersebut. Julukan laskar pelangi oleh teman-teman KKN untuk sekolah itu karena memang kondisi sekolah yang hampir mirip dengan sekolah di laskar pelangi. Bedanya, memang kondisi fisik sekolah tidak sampai sebegitu miris seperti yang digambarkan di film. Mendengar cerita sebagian teman KKN saya yang mendapatkan tugas proker disana, sedikit penasaran pun tiba-tiba timbul. Ah saya kira mungkin kondisi sekolah tidak jauh berbeda dengan SDN Gunung Jati 1 dan 3. Namun, setelah mendengar jumlah siswa yang hanya 41 siswa mulai dari kelas 1 sampai 6 dengan jumlah guru yang hanya 4 orang, rasa penasaran ini semakin menggebu-gebu saja. Pada tanggal tersebut, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung kesana. Bersama dengan teman KKN, saya menelusuri setiap jalan yang cukup lancar untuk kita lalui. Jalanan yang jauh dari rumah warga dan di sepanjang jalan banyak ditemui pohon-pohon tebu yang seakan-akan kita masuk ke sebuah desa yang jauh dari hingar bingar ramai aktivitas warga. Perjalanan saya tempuh cukup jauh jika dibandingkan dengan sekolah yang lainnya yang ada di Desa itu. Rasa pesaran saya semakin bertambah untuk segera melihat kondisi sekolah. Namun saya begitu menikmati perjalanan yang saya lakukan karena di samping kanan dan kiri saya dapat kita jumpai deretan pohon tebu yang mulai tumbuh menjulang tinggi. Sejenak saya berpikir, siapa yang berani malam-malam melewati jalur ini? Apa lagi bila kita lihat latar belakang desa dulu yang memang sangat terkenal dengan kasus begalnya. Sekitar 500 meter dari Posko KKN, dengan rute perjalanan yang sangat sepi akhirnya saya sampai di sebuah sekolah yang menjadi tujuan kami, SDN Gunung Jati 4. Aaah.. saya pikir teman saya sangat melebih-lebihkan menyebutnya sebagai laskar pelanginya gunung jati. Kondisi fisik sekolah sudah cukup baik menurut saya. Pertama memasuki gerbang sekolah saya langsung melebarkan pandangan ke segala penjuru di sekolah. memang, jika dibanding sekolah 1 dan 3, kondisi fisik disana lumayan jauh lebih memprihatinkan. Namun ada hal yang menarik. Mari saya ceritakan saja pada topik cerita ini.
Saya lansung memasuki ruangan dimana penyuluhan gemar membaca itu dilaksanakan. ketika saya dan teman-teman tiba di ruangan tersebut, disana sudah ada pemateri dan beberapa teman KKN yang membagi menjadi lima kelompok. Kegiatan sudah dimulai. Saya langsung saja ikut nimbrung ke salah satu kelompok dan ikut berbaur dengan siswa siswi. Jauh dari perkiraan saya, peserta terbilang sangat sedikit yaitu keseluruhan siswa yang ada disana. Lalu dimana perwakilan siswa dari SDN 1 dan 3? Ternyata mereka tidak hadir entah dengan alasan apa.
Saya menikmati setiap kegiatan yang ada dalam aktivitas penyuluhan gemar membaca tersebut. Mulai dari siswa disuruh membaca cerita lalu menceritakan ulang di depan teman-temannya, membaca dalam hati, dan kegiatan-kegiatan yang lain.  Antusias dari mereka menambah suasana penyuluhan menjadi semakin meriah. Jumlah mereka memang terbilang sedikit. Satu ruangan terdiri dari siswa dan siswi dari berbagai kelas, mulai dari kelas satu hingga kelas lima. Melihat antusias mereka yang tinggi, rasa bangga dan haru tiba-tiba melanda saya. Berkali-kali saya harus membendung air mata yang tak tertahankan seperti ingin ikut menyaksikan antusias mereka yang tinggi. Berkali-kali pula saya harus berwajah tegar dan melebarkan senyum untuk mengalihkan rasa haru yang tiba-tiba menguasai saya. Entah saya tidak tahu bagaimana dengan perasaan teman KKN saya yang lain. Mereka mengalami kondisi haru yang sama dengan saya atau malah hanya menikmati suasana kelas yang mulai hidup. Dengan mahirnya pemateri dapat memancing siswa dan siswi untuk bersemangat berpartisipasi memeriahkan suasana. Beberapa menit kemudian setelah beberapa rangkaian kegiatan penyuluhan, ada satu momen lagi yang semakin menambah keharuan saya. Setelah sesi menceritakan ulang bahan bacaan berakhir, pemateri meminta siswa yang berani tampil di depan semua teman-temannya sekaligus teman KKN saya untuk menyebutkan apa cita-cita besar mereka. Sudah ada dugaan kuat saya akan dibendung haru lagi. Ketika pemateri meminta menyebutkan, salah satu siswa mengangkat tangannya dengan berani. Tak pernah kita duga, sosok kecil mungil berseragam olahraga dengan memakai topi pramuka serta memakai jam tangan berwarna hijau terang berdiri dengan gagahnya bak seorang yang sudah biasa tampil di muka umum. Semua mata tertuju padanya. Pemateri menyuruh siswa lain untuk tenang dan menyimak pembicaraannya. “semuanya harap tenang ya, mari kita dengarkan salah satu teman kalian ingin menyebutkan apa cita-citanya. Sebutkan dengan suara yang paling keras oke...”. kira-kira seperti itu ucapan pemateri karena saya tidak hafal betul kalimat yang diucapkan mirip seperti pemateri. “cita-cita saya ingin menjadi tentara”. Dengan suara sangat lantang anak itu mengucapkan dengan yakinnya. “ucapkan dengan keras lagi”. Ulangi pemateri. “saya ingin menjadi tentara”. Suaranya menggelegar ke segala penjuru ruangan. Suara tepuk tangan begitu gemuruh mulai terdengar. Begitupula saya dengan begitu bahagianya bertepuk tangan mendengarnya. “nah, begitu. Diucapkan dengan keras. Semakin kalian mengucapkan dengan keras, maka kalian semakin dekat dengan cita-cita kalian”. Buru-buru saya melihat ponsel. Sebenarnya, tidak ada panggilan atau pesan apapun. Saya hanya mengalihkan pandangan saya saja karena saya tidak sanggup lagi menahan air mata dan timbul gejolak di dada. Tidak henti-hentinya saya mencoba menenangkan diri sendiri agar tidak terhanyut terbawa suasana. Setelah sosok kecil dan mungil itu mengawalinya, siswa yang lain juga ikut berani tampil untuk menyebutkan cita-citanya yang beragam. Mulai dari ingin menjadi Dokter, Tentara, Guru, Pilot, bahkan menjadi seorang Presiden. Saya tidak bisa mengingat betul siapa nama anak itu. Yang masih saya ingat, dia berasal dari kelas satu. Bisa kita bayangkan bukan? Betapa masih kekanak-kanakannya dia. Dengan beraninya dia tampil dan menyebutkan cita-cita mulianya yang ingin menjadi tentara. Jika dibandingkan dengan saya dulu waktu SD, saya tidak akan bisa seberani itu untuk berbicara di depan teman-teman dengan kepercayaan diri yang tinggi. Harus saya akui, bahwa sampai sekarangpun jika harus tampil di depan muka umum saya masih kurang yakin dengan diri saya sendiri. Sejenak terbesit dipikiran saya mengapa anak itu ingin menjadi seorang tentara. Bisa saja karena dia sering melihat para tentara yang memang sering sekali berlalu lalang lewat di desa ini. Betapa setiap orang membutuhkan inspirasi, dari siapapun. Tingkatan tertinggi dari seseorang apabila ia sudah bisa menginspirasi orang lain menurut saya. Sayangnya saya belum bisa mencapai titik itu. Salah satu teman KKN membisiki saya yang tiba-tiba membuyarkan lamunan saya tentang cita-cita anak itu. “aku lo senengnya ketika kesini itu pasti mereka menyambut kita dengan antusias”. Saya hanya menjawab dengan senyum haru begitupula teman saya itu. Ah betapa saya merasa berartinya berada diantara mereka sedangkan saya bukan siapa-siapa. Saya hanya mahasiswa KKN yang ditugaskan untuk mengabdi. Namun benarkah saya mengabdi? Apa yang dapat saya salurkan kepada mereka? Lebih-lebih lagi yang selaras dengan ilmu saya, bidang pendidikan. banyak hal yang membuat saya merasa berarti berada diantara anak-anak itu. Mereka menyambut kami dengan senang, menghormati kami yang belum bisa memberi apapun. Hanya bantuan kecil yang pernah kita berikan kepada mereka.
Berada pada situasi seperti ini, tanpa terasa saya benar-benar menikmatinya. Saya bisa melupakan segala masalah dan beban yang ada. Lelah yang dirasakanpun tidak terasa lagi. Melihat muka-muka polos mereka dan berada diantara mereka, saya seperti orang hebat saja. Padahal, saya katakan lagi bahwa sebenarnya kita dan saya khususnya bukan siapa-siapa. Ya Tuhan, kabulkan segala cita-cita mereka. Lindungi pikiran polos mereka dari pola pikir anak zaman sekarang yang sudah banyak mulai terkontaminasi oleh perubahan zaman. Tak henti-hentinya saya selalu memanjatkan doa dalam hati. Hanya itu yang bisa saya lakukan. Setalah itu pemateri menyuruh setiap anak untuk menuliskan cita-cita sekaligus nama di sticky note dan ditempelkan ke sebuah karton yang sudah disediakan. Beragam cita-cita sudah tertulis disana. Tempelan cita-cita mereka seakan menjadi saksi atas keberlanjutan hidup mereka nanti. Entah cita-cita mereka dapat tercapai atau tidak, yang pasti Tuhan akan selalu menghargai cita-cita dan niat baik yang polos dari mereka. Saya kembali merenung bahwa betapa beruntungnya saya berada di titik ini, sebagai mahasiswa. Sebelumnya saya memang seringkali mengeluh dan memandang lebih nyaman dengan hidup orang lain. Sudahkan kita mensukuri apa yang sudah kita rasakan dan kita miliki sekarang? Jangan sering-sering menfokuskan hanya pada diri sendiri, lihatlah orang lain juga. Mereka tidak lebih buruh dari kita. Pandailah bersukur agar Tuhan selalu menambah nikmat kita.
Di hari itu saya benar-benar banyak mendapatkan pengalaman sekaligus pembelajaran. Dibalik hingar bingar Kota Malang yang saya tahu sampai detik ini, bila kita melihat sisi Malang yang lain, masih banyak kemalangan-kemalangan yang ada. Saya memang lahir dan tumbuh menjadi anak desa. Saya benar-benar sangat merasakan menjadi mereka. Mereka dengan segala keterbatasan untuk sekolah dan merasakan pendidikan yang layak. Saya begitu terharu, dan sangat terharu. Antusias mereka sangat membakar semangat saya entah sampai kapan semangat ini tetap ada. Adik-adik di SDN Gunung Jati 4, tetaplah semangat untuk belajar, maafkan kami mahasiswa KKN yang kurang berkontribusi. Mungkin hanya sedikit tenaga dan sedikit buku yang dapat kami sumbangkan. Kami hanya bisa berharap, semoga apa yang telah kami beri dapat bermanfaat bagi kalian. Semoga kelak kita sama-sama dapat menginspirasi banyak orang. Keterbatasan memang selalu ada, namun jangan sampai dapat membatasi langkah kalian!.



Gunung Jati, 06 Juni 2016
Semangat tanpa batas
#KKNUM2016 #KKNgunungjati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya. Silahkan memberi komentar dengan sopan